Coretan kecil, kawan Peradilan Pajak

Kurang dari 6 jam lagi saya menghadapi ujian Peradilan Pajak. Harus lebih semangat nih dari ujian-ujian sebelumnya. Kan ini ujian terakhir di semester ini. Semester 5. Alhamdulillah, ya Robb. :)

Hari ini memang hari yang luar biasa. Semangatnya benar-benar baru. ngga tahu kenapa. Sepertinya ada sesuatu yang baru dalam diri sata. Mungkinkah ini karena hari-hari yang lalu saya berunyu-unyu ngga jelas ya? Memelokan diri untuk sesuatu yang, ah, bodoh pokoknya. Diliputi kegalauan dan kegundahan yang tingkat tinggi? Itu mungkin kata orang, tapi tidak untuk saya. Haha... (gimana sih? :hammer)

Ah, tidak. Saya semangat karena hari ini atau lusa saya pulang ke rumah. Sudah kangen sekali saya dengan keluarga di rumah. Mama, Papa, Gigin, Api, dan Pakde(Panggilan saya untuk kakek)
Mama, ingin segera saya memeluk Mama. Nanti saya mau masak bareng sama Mama. saya juga akan mengantar Mama belanja seperti biasanya. Di Basa, atau Basa Putra. Oh ya Ma, cucian di rumah nanti biar saya yang nyuci semuanya. Mama cukup jadi ratu saja. Tinggal perintahkan saya untuk apa saja. Masak? Nyuci? Nyapu? Ngepel? Belanja? Motong rumput? Nyari kayu? Saya siap semuanya Ma. :cool
Merasa sangat berdosa sekali kemarin saya tidak pulang ketika mama terbaring di rumah sakit. Padahal ketika saya sakit, mama selalu ada untuk saya.
Mama, how are you today? Ana uhibbuki fillah, ya Ummi. :)

Papa, gimana kabar Papa? Masih rajinkan main minton? Saya kangen main minton dengan Papa. Kapan ya terakhir kali kita main? Mungkin pas saya masih SD kali ya Pa? Haha...
Saya masih ingat, raket pertama kali yang papa belikan untuk saya. Raket berbentuk lonjong, itu untuk bentahan atau menyerang ya pa? Tiap habis main Papa juga selalu membawa oleh-oleh kok bekar yang lebh bagus dari kok baru yang saya beli di warung Mak Taryumi.
Oh ya Pa, raket ProAce (atau Yonex ya?) punya Papa yang dikasih ke Gigin, terakhir saya pake buat 'nyengget' mangga. Coba deh dicek, pasti sudah ngga lurus lagi. Melengkung. Haha... maaf Pa, maaf Gin kemarin soalnya ngga ada 'gantar' sih. :D
Nanti saya ganti dengan yang baru deh kalo udah bisa beli. :p

Hey Pi, kata Mama besok kamu mau ke Jepara ya buat tanding karete? Dalam rangka apa emang? Tandingnya hari apa toh? Kalo hari minggu kan kali aja sara bisa nonton, atau kali aja bisa menyusup menjadi peserta. Sukses aja deh ya, yang penting fair play. Bermainlah dengan cinta. Cinta itu pake otak, bukan sekadar emosi dan nafsu belaka. Nafsu ngantemi maksudnya. :D
Sudah lama saya tidak latihan silat. Kapan-kapan kita tanding ya, siapa yang lebih hebat. Karate Inkai punyamu, atau Pencak Silat Perisai Naga Sakti saya. Haha... nggak atas nama perguruan kok. Ini murni pertandingan sengit kakak adek. :army
Senang saya kamu sekarang jadi aktivis di sekolahmu. Ngga sia-sia saya pernah memaksa kamu untuk ikut organisasi. Akhirnya kamu malah ketagihan kan ikut ini-itu. :p
Baguslah, sekarang kamu lebih hebat dari saya. Sering ikut lomba sana-sini. Tapi ingat, saya lahir duluan lima tahun dari kamu. setidaknya saya punya pengalaman lebih banya. Haha...
Eh ya, siapa ya nama cewekmu yang akun FBnya alay banget itu? aneh banget. Kenapa ngga sama Novi saja? Dia kan anaknya baik, sopan, pinter, cantik lagi. InsyaAlloh sholihah juga kok. Kalo ngga mau nanti saya embat juga lho. Haha...
Teman kamu jadi kakak ipar kamu. Ngoookkk...

Salam Bolang buat adek saya yang paling cantik. Gina Sakilla. Heh, kamu tuh yang paling mirip sengan saya. Mata, alis, hidung juga.
Haha... rambutmu sudah agak panjang toh nok. Lucue kamu kalo rambutnya pendek. :D
Ayo panjangin lagi biar bisa saya sisir dan saya kepangin. Rambutmu bagus tau nok, pirang, lebat kayak rambut masmu ini. :D
Gigiimu kok tambar berantakan sih? Pasti malas gosok gigi ya sampai pada kroak gitu. Kamu tuh ya sukanya ikut-ikutan saya. Gigi kroak saja ditiru. hadehh... :hammer
Kata mama kamu sudah jilid tiga ya? Alhamdulillah, setelah berapa tahun ya kamu bertahan di jilid dua? makanya jangan malas. Mumpung masih kecil kamu musti rajin berangkat TPA. biar cepet 'nimbal' ke Al Quran. Masa kalah sama masmu ini? haha... emang dulu mas bisa baca Al Quran umur berapa? :D
Kalo sekolah SD Gigin sekarang jarang terlambat ya? Masih dong berarti? Padahal kan berangkatnya siang, :hammer
Coba kalo jarang terlambat, lebih disiplin lagi, pasti nanti bisa juara satu lagi. Orang temen-temenmu udah pada baris upacara kamu malah baru berangkat.
Bu Maslamah, Guru Agama, yang dulu juga guru mama, yang dulu juga guru mas bilang kalo kamu suka nyleneh. Sukanya nuwo. kamu tuh masih kecil, jangan sok dewasa deh. hahaha... :D
Bersyukur sekali saya punya adek kayak kamu. Cepet gede ya dek. Kelak kamu kan jadi bidadari surga bagi suamimu. Masih lama ya? Hehe... saya aja belum dapat bidadari ding ya. :D
Nanti ya, sebelum kamu jadi bidadari ms mau cari bidadari dulu. Jangan khawatir, nanti dia pasti mengajarkan kamu bagaimana caranya jadi bidadari. :)


Pakde, De, sehat De? Alhamdulillah. Masih terlihat roso nih. :2thumbup
Kambingnya masih berapa De? Keyaknya semakin banyak aja nih. Gemuk-gemuk lagi. Kapan nih De mau ngajak saya 'ngarit' lagi? Masa cuman pas waktu SD doang saya diajak ngarit? sekarang kan saya juga masih pengen, nanti metik buah cokelat juga kayak dulu. Saya suka yang agak lonjong. warnanya kuning. Enak De, manis, baunya wangi lagi. Haha... suka sekali dulu menelan biji cokelat. Cokelat yang di belakang rumah udah berbuah lagi belum ya? Waktu saya ke sini sih masih ijo buahnya. Apa jangan-jangan sudah habis ya De dipetik Api sama Gigin? Hmmm... awas saja mereka kalo ngga nyisain.
Kalau musim ngga jelas gini ditambak kepitingnya banyak ngga ya? Masa sampe setua ini saya belum pernah mancing kepiting? Apa kata dunia coba? Apa kata Wajib Pajak nanti? Ngga nyambung ya? Kalo ngga ya itu aja deh, ikut berburu kerang. Mbukur. Mantap tuh sepertinya. Ah, ya. Semoga liburan ini bisa mencoba salah satunya. Ngarit. Miting. Atau Mbukur. Okeh De, :shakehand2

Hmm...
Sudah hampir shubuh. Pengen ke belakang pula nih.
Udah dulu ya Ma, Pa, Pi, Gin, De,
Tunggu saya di rumah.
Sepertinya hari ini jadi pulang. Barusan mama sms, mengACC saya untuk pulang hari ini.
Doakan ya semoga ujian hari ini menyenangkan. Kurang dari 4 jam lagi.
Nantikan saya di batas waktu, :)
Ana uhibbukum, my family.

Kisah Inspirasi Dari Gunung

oleh Harley B. Sastha pada 19 Februari 2011 jam 4:38

Masa kecil lelaki ini pernah terserang penyakit asma. Bahkan sejenis penyakit yang menyerang jaringan otak pernah dialaminya. Hingga suatu saat perkenalan dirinya dengan kegiatan alam bebas sperti mendaki gunung merubah segalanya. Sejak itu semua penyakitnya hilang sama sekali dan dirinyapun nyaris tidak pernah meminum obat-obatan kimia seperti obat sakit kepala, flu dan lain-lain yang biasa di jual bebas. Apa yang di dapatnya dari alam telah menjadi obat bagi dirinya. Hingga kini ia pun masih aktif melakukan pendakian.
Seorang wanita berpenyakit asma dikucilkan dan dianggap lemah oleh lingkungannya. Namun, suatu saat kakak saya mendampinginya mendaki gunung bersama-sama. Tekad serta kekuatan yang ada pada dirinya membawanya hingga ke Puncak Gunung Ciremai. Begitu tiba kembali di bawah, orang tuanya seakan hampir tidak percaya kalau putrinya bisa mendaki gunung. Ibunya pun menangis. Kini lingkungannya tidak lagi meremehkan dirinya. Ia pun tumbuh menjadi seorang wanita yang lebih percaya diri.
Lelaki berusia lebih 40 tahun ini mempunyai kelainan pada klep jantungya. Tekadnya untuk mendaki Gunung Rinjani tidak terhalangi oleh penyakitnya ini. Ia yakin dengan apa yang ada pada dirinya. Kami mendaki bersama-sama sesuai dengan kemampuan kondisi fisik yang ada. Perlahan namun pasti kami terus mendaki menambah ketinggian. Saat harus bangun dinihari untuk melanjutkan pendakian menuju Puncak Rinjani pun tetap dijalaninya. Selangkah demi selangkah ia terus mendaki. Walaupun sebentar-sebentar harus berhenti. Hanya sebuah kata-kata penyemangat yang selalu mengiringinya “ayo bang...insyaAllah abang pasti bisa...yang penting sesuaikan dengan kemampuan abang...kami yang akan ikutin langkah abang”. Hingga saat tiba di gigiran kawah Gunung Rinjani, dimana dirinya bisa dikatakan sudah tidak jauh lagi untuk menggapai puncak, tiba-tiba ada teriakan meminta pertologan dari atas. Seorang anak perempuan terken hipotermia. Dengan legowo ia mengatakan, agar saya lebih dulu menolong anak itu. Sedangkan ia rela untuk menunda dirinya untuk ke puncak. Saat saya tinggalkan ia ditemani seorang teman yang sudah turun dari puncak. Alhamdulillah semuanya berjalan baik. Wanita yang hipotermia dapat tertolong. Demikian pula abang dapat kembali turun ke pelawangan didampingi teman-teman yang lain. Perlengkapan oksigen yang kami bawa hanya terpakai sebagian. Paling tidak ini menjadi persiapan kami untuk menghadapi kondisi yang mungkin buruk dan alhamdulillah tidak sampai terjadi.
Mendaki gunung menggapai 7 puncak Merbabu bersama beberapa wanita, dimana sebagian besar sudah berusia di atas 35 tahun dan bahkan ada yang berusia 40-50 tahun merupakan pengalaman lainnya. Ada yang baru pertama kali mendaki gunung. Diantara mereka ada yang kondisi fisiknya bekas mengalami kecelakaan yang cukup berat. Dimana hingga kini bekas kecelakaan tersebut masih membekas pada dirinya. “apakah saya sanggup bang?”, begitu tanyanya. Saya hanya menjawab insyaAllah. Alhamdulillah ia pun sanggup menjalaninya dan hingga kini masih terus mendaki gunung. Demikian pula dengan yang lain. Meraka masih terus mendaki gunung.
“Saya ingin membawa anak saya yang berusia 9 tahun mendaki Gunung Salak”, demikian ucapnya. Bersama dengan teman-teman lainnya kami mendaki bersama. Setelah melalui perjalanan yang cukup melelahkan hingga hujan, kami akhirnya tiba di Puncak Salak 1 saat gelap. Sekali lagi usia teman-teman yang bisa dikatakan rata-rata sudah berusia di atas 35 tahun masih menunjukkan ketangguhannya. Kekompakkan serta kerjasama tim yang mereka tunjukkan adalah kunci keberhasilan pendakian ini.
Belum genap sebulan, sang bunda pun kembali mengajak anaknya yang berusi 9 tahun mendaki Gunung Semeru. Semangat sang bunda beserta tekad sang anak dengan support teman-teman seperjalanan membuat pendakian menuju Puncak Mahameru pun tercapai. Nampak pancaran mata bahagia terlihat dari sang bunda. Senyum sang anak di bawah bendera merah putih di Puncak Mahameru begitu membanggakan dirinya. Sang bunda percaya...anaknya nanti akan tumbuh menjadi orang yang kuat, tegar, kreatif dan mandiri.
Di saat lain seorang wanita pun tidak bisa berkata-kata saat dirinya akhirnya tiba di Puncak Mahameru. Walaupun harus terus berjuang keras menerjang pasir...ia terus mendaki. Semangat sang anak kecil usia 9 tahun yang menjadi teman setimnya menjadi salah satu pendorongnya. Ia melihat sang anak telah jauh berada di atas dirinya. Tekad dan semangat tidak pantang menyerah terus memacunya. Hingga ia pun tiba di Punca Mahameru. Air mata bahagia pun akhirnya keluar. Hanya binar matanya yang bisa bercerita kalau dirinya begitu bahagia dan hampir tidak percaya kalau kini dirinya benar-benar telah berada di dataran tertinggi Pulau Jawa. Ya...impiannya selama 10 tahun akhirnya dapat tercapai. Ia pun mengatakan jika impian dan keyakinan jika disertai dengan doa dan usaha keras bukanlah angan-angan.
Lain halnya dengan wanita satunya lagi. Pada saat harus menerjang pasir menuju Puncak Mahameru, ia sempat berkata “sanggup gak ya...”. Teman lainnya dengan tanggap mensuport dan meyakinkannya bahwa dirinya isnyaAllah sanggup. Perlahan namun pasti dirinya terus mendaki dan kakinya pun menapak Puncak Mahameru. Walau sebelumnya ia sempat terkesima begitu melihat punggungan pasir Puncak Mahameru dari Kalimati. Baginya gunung ini besar dan terlihat curam serta berpasir hingga sempat memunculkan keraguan pada dirinya. Namun, sekali lagi kekuatan yang ada pada diri sendiri diiringi doa serta kerjasama dan kekompakkan tim membuat semuanya berjalan dengan baik.
Terkena badai hampir dua hari saat mendaki Gunung Sumbing membuat pendakian terasa lebih berat. Namun, pelajaran-pelajaran dari setiap pendakian yang dijalani sebelumnya membuat mereka lebih aware satu sama lain. Wanita-wanita ini begitu cepat dan tanggap saat salah seorang teman prianya mengalami kelelahan. Mereka sigap saat membangun tenda, walaupun saat itu angin disertai hujan bertiup kencang. Hingga keesokan harinya saat cuaca sedikit berkurang hujannya, mereka segera melanjutkan pendakian menuju puncak dan kembali turun secepatnya. Karena cuaca cepat sekali berubah dimana huan dan angin kencang kembali datang.
Mengalami badai hampir 2 hari tidak menciutkan nyali mereka. Dua hari setelah badai, saya bersama dua wanita sahabat saya tiba di Bali. Malam itu langit di atas Pulau Bali dari Pantai Sanur terlihat penuh bintang. Padahal perjalanan kami dari Jawa Tengah ke hingga ke ujung Jawa Timur, nyaris tanpa sinar matahari. Sepanjang perjalanan semuanya terlihat mendung dan kelabu.
Mengetahui cuaca yang cukup cerah malam itu, kami bertiga pun memutuskan untuk mendaki Gunung Agung esok harinya. Malam itu kami segera semua perlengkapan pendakian. Esok paginya bersama seorang teman dari Universitas Udayana, kami menuju Pura Besakih, entri point pendakian ini. Oleh koordinator guide dan polisi Besakih, kami ditawarkan mendaki melalui Dusun Junggur, Besakih. Jalur pendakian yang resmi dibuka 29 Desember 2010 silam. Setelah mendapatkan informasi mengenai jalur ini, kami pun menyetujuinya. Benar, seperti dugaan kami, jalur ini bisa dikatakan 90 persen mempunyai sudut kemiringan antara 40-60 derajat. Namun, jalurnya masih sangat baik dan hutannya pun masih asri. Sampai-sampai kami begitu senangnya melalui jalur ini. Walaupun cukup banyak pacet, namun pendakian melalui trek punggungan ini menyenangkan. Jalurnya benar-benar masih asri. Malam itu kami benar-benar bersyukur, karena cuaca cukup cerah. Hingga kami pun tiba di camp saat hampir tengah malam atau 7 jam perjalanan. Hanya ada sedikit tempat datar yang dapat menampung sebuah tenda kami.
Setelah esok pagi harinya melanjutkan pendakian hingga tiba Puncak Gunung Agung, sekitar pukul 12 siang, kami pun turun kembali menuju Basecamp di Dusun Junggur. Saat itu hujan dan angin sudah mulai datang. Hingga akhirnya kami pun turun dalam kondisi badai. Di lembah kanan dan kiri kami terdengar suara angin kencang berputar-putar. Hujan yang turun terasa seperti sebesar-besar jari kelingking. Jalur yang curam pun kini berubah menjadi aliran sungai lumpur. Suara geluduk sesekali bersahut-sahutan. Beberapa kali kami harus terpeleset dan berjibaku dengan lumpur. Hingga akhirnya memasuki malam. Hujan badai tidak ada tanda-tanda segera berhenti. Angin kencang yang bertiup membuat tubuh terasa semakin dingin. Jalur pendakian terasa semakin berat dan melelahkan kami. Untuk saling bantu dan jaga, kami pun sesekali saling berpegangan tangan. Hingga akhirnya setelah 12 jam berjalan turun, kami pun tiba kembali di Basecamp, Dusun Junggur, Besakih.
Semangat dan daya juang kedua wanita yang saya kenal ini cukup tangguh. Dimana yang satu baru saja melewati operasi. Sedangkan satunya lagi pernah mengalami kecelakaan berat....dimana akibat dari kecelekaan tersebut masih membekas dan dibawanya hingga kini. Semua itu tidak mematahkan semangat mereka. Mereka berdua mengatakan bahwa untuk mereka mendaki gunung karena memang mereka senang. Sehingga dalam setiap pendakian, mereka selalu dari hati. Apapun yang dialami dalam pendakian, itulah arti petualangan. Semuanya harus dihadapi.
Usia teman-teman dalam kisah-kisah nyata pendakian di atas bisa dibilang sebagian besar sudah tidak muda lagi. Namun, semangat dan tekad yang ada pada dirinya masing-masing serta persiapan yang matang selalu coba terus mereka utamakan. Dalam artian mereka selau terus berusaha lebih baik dan lebih baik lagi dalam pendakian-pendakian selanjutnya.



“Sudah banyak wanita-wanita di dunia dan bahkan di Indonesia membuktikan ketangguhannya mendaki gunung serta mengukir prestasi dalam dunia pendakian gunung sebagaimana halnya para pria”. Beberapa diantaranya melakukan pendakian gunung untuk berbagai kegiatan sosial. Pendakian 10 Wanita usia diatas 40 tahun dalam rangka penggalangan dana untuk Yayasan Lupus Indonesia. Ekspedisi ini di mulai dari gunung di Kalapattar, Himalaya (2006); Kilimanjaro, Tanzania (2009). Pencapaian pertama di Ekuador terjadi pada 25 Januari 2011; Gunung Cotopaxi pada 28 Januari 2011. Inilah salah satu bentuk kepedulian dedikasi mereka akan pentingnya mengetahui akan bahaya penyakit Lupus. Dimana dalam sebuah suvey terindikasi bahwa 9 dari 10 orang dengan Lupus (ODAPUS) adalah wanita dan terdeteksi lebih banyak menyerang pada masa produktif (usia 15-44). Jumlah penderitanya diyakini lebih besar dari yang berhasil terdeteksi, sementara pemahaman mengenai penyakit ini masih sangat minim.



Tidak terkecuali tentunya para pria. Banyak ekspedisi yang telah dilakukan para pendaki pria. Baik itu yang sifatnya prestasi maupun untuk kegiatan sosial. Baik itu di dunia maupun di Indonesia sendiri.



Lepas dari itu semua. Baik lelaki atau wanita. Tua maupun muda. Dalam kegiatan di alam bebas semuanya menyatu. Tidak ada perbedaan satu sama lain. Satu sama lain semuanya seperti keluarga.



Seperti kata-kata seorang teman baik saya, sebut saja namanya -Java Rhino- yang kini tinggal di Kanada: "mendaki gunung untuk persaudaraan".





Cerita di atas merupakan sebagian dari kisah-kisah nyata pendakian yang saya alami bersama teman-teman. Sebenarnya masih banyak kisah-kisah nyata pendakian lainnya yang bisa jadi inspirasi untuk kita semua. Bahkan teman-teman pasti juga mempunyai kisah-kisah pendakiannya sendiri yang juga bisa jadi inspirasi. Mudah-mudahan cerita-cerita singkat di atas dapat bermanfaat.



Bogor, 19 Februari 2011

Harley B. Sastha